Roti tawar sekarang ini sudah menjadi makanan pokok kedua
setelah nasi dan menjadi makanan populer dikalangan masyarakat. Roti
tawar adalah salah satu produk roti yang terbuat dari bahan tepung terigu
protein tinggi, air, yeast, lemak dan garam yang melalui proses peragian
dengan ragi roti dan kemudian adonan roti dipanggang (Suburi, 2010).
Prinsipnya roti tawar dapat dibuat dari beberapa jenis tepung, yaitu
terigu, jagung, beras, garut, singkong, dan lain-lain, akan tetapi pada
pembuatannya tepung terigu tetap sebagai bahan utama. Hal ini
dikarenakan tepung terigu memiliki kemampuan menyerap air dalam jumlah
besar, sehingga adonan dapat mencapai konsistensi yang tepat dan juga
mempunyai elastisitas yang baik (Mudjajanto dkk, 2010).
Impor tepung terigu terus meningkat, berdasarkan data Departemen
Pertanian Amerika Serikat (USDA) pada 2014/2015, impor gandum
Indonesia mencapai 7,49 juta ton atau menduduki peringkat kedua dunia
setelah Mesir 11,06 juta ton. Tahun 2015/2016 mencapai 8,10 juta ton atau
menduduki peringkat dua setelah Mesir 11,50 juta ton. Konsumsi gandum
Indonesia juga terus menunjukkan peningkatan, pada 2011-2012, konsumi
gandum untuk pangan, dalam kisaran 6,25 juta ton, namun pada 2012-2013
naik menjadi 6,95 juta ton. Tahun 2013-2014 naik menjadi 7,16 juta ton,
2
pada 2014-2015 naik menjadi 7,36 juta ton, dan 2015-2016 akan tembus
menjadi 7,95 juta ton (Listiyarini, 2016).
Sebagai langkah mengurangi jumlah impor tepung terigu maka perlu
dilakukan suatu penggalian potensi bahan pangan lokal melalui diversifikasi
pangan, sehingga dapat mendukung ketahanan pangan nasional dan bisa
mengurangi ketergantungan terhadap tepung terigu. Bahan pangan ini
diharapkan dapat mensubstitusi terigu meskipun untuk beberapa produk
hanya dapat dilakukan substitusi secara parsial.(Wijayati, 2007).
Tepung garut merupakan salah satu pensubtitusi yang memiliki
komponen pati sebagai komposisi terbesar penyusunnya. Pati dalam tepung
garut akan mendukung pembentukan adonan roti tawar. Air yang
dicampurkan dalam adonan juga akan diserap oleh pati daritepung garut
maupun terigu dan digunakan untuk pemasakan pati sampai mengalami
gelatinisasi. Setelah pemanggangan, pati akan mengalami retrogradasi
(Wijayati, 2007). Amilosa mengalami gelatinisasi selama pemanggangan,
lalu memberikan struktur roti yang kukuh dan roti menjadi lunak karena
keberadaan pori-pori yang dikelilingi oleh pati yang tergelatinisasi (deMan,
1997).
Keunggulan dari tepung pati garut dari pati lainnya yaitu bentuk
seratnya lebih pendek maka mudah dicerna dapat dijadikan makanan bayi,
anak penyandang autis, sindrom down, untuk diet bagi lanjut usia dan
pasien dalam masa penyembuhan (Marsono dkk, 2005). Umbi garut baik
bagi penderita diabetes mellitus, dikarenakan indeks glikemik umbi garut
3
lebih rendah (14) dari umbi lainnya (Marsono dkk, 2002), garut termasuk
bahan makanan dengan kategori indeks glikemik rendah yaitu nilai indeks
glikemik kurang dari 55 (BPOM, 2011). Bahkan indeks glikemik tepung
terigu lebih tinggi (70) dari umbi garut (Faidah dkk, 2009).
Dilihat dari hasil penelitian Wijayanti (2007), bahwa substitusi tepung
garut sebanyak 10% masih dapat diterima panelis, namun hal itu dapat
menurunkan tingkat pengembangan, homogenitas, kadar air dan kadar
lemak selain itu juga meningkatkan kekerasan serta warna roti tawar
menjadi buram. Menurunnya kadar air roti tawar disebabkan semakin
tingginya subtitusi tepung garut. Berdasarkan Lowe (1943), bahwa tepung
garut memiliki kadar protein yang lebih rendah dan pati yang lebih tinggi dari
terigu sehingga memiliki kemampuan menahan air rendah yaitu protein
mampu menyerap 200% dan pati 30% dari beratnya.
Kadar air/jumlah itu sendiri merupakan banyaknya air dalam bahan
(%) yang ikut menentukan kesegaran dan daya awet bahan pangan
tersebut. Jumlah air yang tinggi mengakibatkan mudahnya bakteri, kapang,
dan khamir untuk berkembang biak, sehingga akan terjadi perubahan pada
bahan pangan (Winarno, 2004).
Roti tawar yang telah matang dan dingin selanjutnya dikemas untuk
menghindari pengerasan kulit akibat menguapnya kandungan air dan
mencegah terjadinya hal yang tidak dikehendaki seperti makanan
terkontaminasi oleh bakteri/jamur (Santoni, 2009). Dibutuhkan kemasan
hipermis yang merupakan wadah yang secara sempurna tidak dapat dilewati
4
oleh udara atau uap air.Bila proses penutupan tidak sempurna/salah maka
akan memudahkan bakteri dan kapang/debu masuk dalam kemasan,
akibatnya produk lebih mudah rusak (Dwiari, 2008).
Umumnya roti tawar merupakan produk yang mudah busuk dengan
masa simpan 3-4 hari. Pembusukkan roti ini disebabkan oleh rusaknya
protein dan pati (kandungan komplek pada roti) yang secara langsung
disebabkan oleh mikroorganisme pembusuk (Indrianty, 2009). Sistem
penyimpanan suatu pangan yang baik yaitu dengan mengatur kondisi
penyimpanannya. Disamping dari kondisi penyimpanan, waktu simpan yang
terlampau lama juga dapat menimbulkan kerusakan yang lebih besar
(Babay, 2014), sesuai dengan Ayub dkk (2003), didapatkan hasil yang
signifikan bahwa meningkatnya waktu penyimpanan ada peningkatan pada
populasi mikroba di semua sampel roti.
Berdasarkan latar belakang tersebut, dapat dijadikan acuan untuk
adanya penelitian mengenai pemanfaatan pangan lokal sebagai pensubtitusi
terigu pada pembuatan roti tawar sebagai upaya dalam menanggulangi
ketahanan pangan nasional. Selain harus bergizi dan menarik, pangan juga
harus memiliki mutu yang sesuai dengan syarat, yang salah satunya dapat
dilihat dari mutu mikroba roti tawar. Oleh karena itu perlu adanya penelitian
lebih lanjut yang bersumber pada penelitian terdahulu yaitu mengenai
pengaruh dari subtitusi tepung garut dan lama penyimpanan terhadap total
mikroba pada roti tawar
http://eprints.ums.ac.id/47003/4/BAB%20I.pdf